Senin, 03 Juni 2019

Metodologi Studi Agama


   A.   Pengertian Agama
Kata Agama berasal dari kata sansekerta, yaitu a dan gama; a berarti tidak, dan gama berarti pegi.[1]Jadi Agama berarti tidak pergi. Maksudnya Agama itu diwarisi secara turun temurun.[2]
Pada umumnya, perkataan “ agama “ diartikan tidak kacau, yang secara analisis diuraikan dengan cara memisahkan kata demi kata, yaitu  a  berarti “ tidak “ dan gama berarti “ kacau “ maksudnya orang yang memeluk agama dan mengamalkan ajaran-ajarannya dengan sungguh-sungguh, hidupnya tidak akan mengalami kekacauan.
Perkataan agama dalam bahasa arab ditransliterasikan dengan ad-din. Dalam kamus Al-Munjid, perkataan din memiliki arti harfiah yang cukup banyak, yaitu pahala, ketentuan, kekuasaan, peraturan dan perhitungan.
Pengertian agama secara terminologis, menurut beberapa pendapat para ahli adalah sebagai berikut :
1.      Emile Durkheim mengartikan, sebagai suatu kesatuan sistem kepercayaan dan pengalaman terhadap ia suatu kepercayaan yang sakral, kemudian kepercayaan dam pengalaman tersebut menyatu kedalam suatu komunitas moral.
2.      John R. Bennet mengartikan agama sebagai penerimaan atas tata aturan terhadap kekuatan-kekuatan yang lebih tinggi daripada kekuatan-kekuatan yang dimiliki oleh manusia sendiri.
3.      Frans Dahler mendefinisikn agama sebagai hubungan manusia dengan sesuatu kekuatan suci yang lebih tinggi daripada manusia itu sendiri, sehingga ia berusaha mendekatinya dan memiliki rasa ketergantungan kepadanya.
4.      Karl Mark berpendapat bahw agama adalah keluh jesah dari makhluk yang tertekan hati dari dunia yang tidak berhati, jiwa dari keadaan yang tidak berjiwa bahkan menurut pendapatnya pula bahwa agama dijadikan sebagai candu masyarakat.
5.      Para Ulama Islam mendefinisikan agama adalah sebagai undang-undang kebutuhan manusia dari Tuhannya yang mendorong meereka untuk berusaha agar tercapai kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat.
Dari beberapa pengertian agama diatas, dapat disimpulkan bahwa agama merupakan satu sistem credo (tata keimanan atau tata keyakinan) atas  adanya sesuatu yang mutlak diluar manusia, dan satu sistem ritus (tata peribadatan) manusia kepada yang dianggapnya mutlak serta sistem norma (tata kaidah) yang mengatur hubugan manusia dengan alam lainnya, sesuai dan sejalan dengan tata keimanan dan tata peribadatan tesebut.[3]
Eksistensi agama selain sebagai sistem kepercayaan yang mengharuskan adanya kebenaran, juga sebagai tindakan praktis terhadap aplikasi kepercayaan (iman) yang telah diakui kebenaraanya. Dalam hal ini Ibnu Sina memiliki dua aspek missi, yaitu missi teoritis dan praktis. Missi teoritis berfungsi mengarahkan jiwa manusia menuju kebahagiaan abadi dengan mengajarkan ajaran dasar keimanan terhadap eksistensi Tuhan, realitas wahyu, dan kenabian serta kehidupan sesudah mati. Adapun missi praktis mengajarkan aspek-aspek praktis agama sebagai tindakan ritual untuk dilaksanakan oleh seseorang yang beriman.[4]

B.     Pengertian Studi Agama
Studi agama adalah kajian ilmiah tentang agama.mencakup segala sesuatu yang berhubungan dengan agam. Frank Whaling membaginya kepada dua bagian, yaitu tentang the major tradition dan the minor living tradition. Major tradition adalah seluruh agama yang ada di dunia, sedangkan the minor living tradition adalah sekte-sekte yang ada dalam masing-masing agama.[5]
Dengan demikian, studi agama mencakup segala hal tentang agama. Menyangkut isi ajaran agama dan aplikasi pada perilaku manusia. Sejalan dengan itu, studi agama mengguakan berbagai pendekatan dan metode, seperti pendekatan filsafat, sosiologi, antropologi, sejarah, phenomenologi, psikologi, linguistik dan lain-lain,termasuk pendekatan agama itu sendiri, khususnya pendekatan teologi.[6]
Studi agama adalah kegiatan ‘keilmuan’ bukan kegiatan ‘keagamaan’. Kegiatan keilmuan mengandalkan perlunya pendekatan kritis, analitis dan historis, sedangkan kegiatan keagamaan lebih menonjolkan sikap pemihakan,idealitas dan bahkan sering diwarnai dengan pembelaan secara apologis.[7]
Berdasarkan itu dapat dirumskan bahwa studi agama adalah kajian ilmiah tentang agama dari berbagai aspeknya, dengan kata lain, menjadikan agama sebagai objek kajian ilmiah.

C.     Latar belakang perlunya manusia terhadap Agama
Sekurang-kurangnya ada empat alasan yang melatarbelakangi perlunya manusia terhadap agama. Keempat alasan tersebut dapat dikemukakan sebagai berikut:[8]
1.      Latar belakang fitrah manusia.
Kenyataan bahwa manusia memiliki fitrah keagamaan pertama kali ditegaskan dalam ajaran islam, yakni bahwa agama adalah kebutuhan fitri manusia.Fitrah keagamaan yang ada dalam diri manusia inilah yang melatarbelakangi perlunya manusia terhadap agama.
2.      Kelemahan dan kekurangan Manusia.
Faktor lainnya yang melatarbelakangi manusia memerlukan agama adalah karena disamping manusia memilki berbagai kesempurnaan juga memiliki kekurangan. Hal ini antara lain diungkapkan oleh kata Al-nafs. Nafs diciptakan Allah dalam keadaan sempurna untuk berfungsi menampung serta mendorong manusia berbuat kebaikan dan keburukan,dan karena itu sisi dalam manusia inilah yang oleh Al-qur’an dianjurkan untuk diberi perhatian lebih besar.
3.      Tantangan Manusia
Faktor lain yang menyebabkan manusia memerlukan agama adalah karena mansia dalam kehidupannya senantiasa menghadapi berbagai tantangan, baik yang datang dari dalam maupun yang datang dari luar.Tantangan dari dalam dapat berupa dorongan hawa nafsu dan bisikan setan. Sedangkan tantangan dari luar berupa rekayasa dan upaya-upaya yang dilakukan manusia yang secara sengaja berupaya untuk memalingkan manusia dari Tuhan.

D.    Studi Agama Sebagai Suatu Disiplin Ilmu Pengetahuan
Menurut Muhammad Abduh, agama merupakan sebuah produk Tuhan. Tuhan juga mengajarkannya kepada umat manusia, dan membimbing manusia untuk menjalankanya. Agama merupakan alat untuk akal dan logika, bagi orang-orang yang ingin kabar gembira dan sedih. agama menurut sebagian orang merupakan sesuatu hal yang menyangkut hati; suatu hal yang sangat berarti; suatu hal  yang menuntun jiwa untuk menemukan keyakinan.
Agama dengan eksistensinya telah membuatnya berbeda dengan segala apa yang pernah ada, membuatnya berbeda dengan dengan segala yang pernah dimiliki manusia. Agama membuat orang melakukan aktifitas yang harus bersesuaian dengan apa yang diajarkannya, baik tuntunan itu berat ataupun ringan. Agama menjadikan kehidupan manusia lebih teratur dalam kehidupannya, karena segala dorongan dan keinginannya menjadi lebih terarah. Agama menjadi pemimpin roh jiwa manusia. Ia juga berperan aktif membimbing manusia untuk memahami ajaran-ajaranya. Diibaratkan seorang manusia layaknya seorang yang berada diujung pedang, jika salah maka orang tersebut mati olehnya, tetapi agama-agama datang sebagai penyelamat. Apapun yang terjadi pada manusia, ia tidak akan bisa terlepas dari agama. Sangat mustahil memisahkan kehidupan manusia dari agama. Seperti halnya menghilangkan luka bekas operasi dari kulit manusia.[9]
Bagi kalangan barat, agama adalah penghalang kemajuan. Oleh karena itu, mereka beranggapan, jika ingin maju maka agama tidak boleh lagi mengatur hal-hal yang berhubungan dengan dunia. Seorang Karl marx mengatakan bahwa agama adalah candu masyarakat, candu merupakan zat yang dapat menimbulkan halusianasi yang membius. Marks mendefinisikan bahwa setiap pemikiran tentang agama dan tuhan sangat berbahaya bagi kehidupan manusia. sebagai seorang materialisme, Marks sama sekali tidak percaya adanya Tuhan dan secara tegas ia ingin memerangi semua agama. Dalam pernyataan Marks, sebenarnya yang dimaksud dengan candu masyarakat merupakan kritik terhadap realitas yang tidak berpihak pada kaum lemah. Misalnya orang yang sedang kelaparan hanya membutuhkan nasi atau sepotong roti untuk mengisi perutnya, bukan membutuhkan siraman rohani ataupun khutbah yang berisikan tentang kesabaran, namun tidak memperdulikan tentang realitas sosial.
Ilmu pengetahuan yang dipahami dalam arti pendek sebagai pengetahuan objektif, tersusun, dan teratur. Ilmu pengetahuan tidak dapat dipisahkan dari agama. Sebut saja al-Quran, al-Quran merupakan sumber intelektualitas dan spiritualitas. Ia merupakan sumber rujukan bagi agama dan segala pengembangan ilmu pengetahuan. Ia merupakan sumber utama inspirasi pandangan orang islam tentang keterpaduan ilmu pengetahuan dan agama. Manusia memperoleh pengetahuan dari berbagai sumber dan melalui banyak cara dan jalan, tetapi semua pengetahuan pada akhirnya berasal dari Tuhan. Dalam pandangan al-Quran, pengetahuan tentang benda-benda menjadi mungkin karena Tuhan memberikan fasilitas yang dibutuhkan untuk mengetahui.
Para ahli filsafat dan ilmuan muslim berkeyakinan bahwa dalam tindakan berpikir dan mengetahui, akal manusia mendapatkan pencerahan dari Tuhan Yang Maha.[10]
 mengetahui sesuatu yang belum diketahui dan akan diketahui dengan lantaran model dan metode bagaimana memperolehnya.
Al-Quran bukanlah kitab ilmu pengetahuan, tetapi ia memberikan pengetahuan tentang prinsip-prinsip ilmu pengetahuan yang selalu dihubungkan dengan pengetahuan metafisik dan spiritual. Panggilan al-Quran untuk “membaca dengan Nama Tuhanmu” telah dipahami dengan pengertian bahwa pencarian pengetahuan, termasuk didalamnya pengetahuan ilmiah yang didasarkan pada pengetahuan tentang realitas Tuhan. Hal ini dipertegas oleh Ibnu Sina yang menyatakan, Ilmu pengetahuan disebut ilmu pengetahuan yang sejati jika menghubungkan pengetahuan tentang dunia dengan pengetahuan Prinsip Tuhan.
Agama dan ilmu pengetahuan memang berbeda metode yang digunakan, karena masing-masing berbeda fungsinya. Dalam ilmu pengetahuan kita berusaha menemukan makna pengalaman secara lahiriyah, sedangkan dalam agama lebih menekankan pengalaman yang bersifat ruhaniah sehingga menumbuhkan kesadaran dan pengertian keagamaan yang mendalam. Dalam beberapa hal, ini mungkin dapat dideskripsikan oleh ilmu pengetahuan kita, tetapi tidak dapat diukur dan dinyatakan dengan rumus-rumus ilmu pasti. Agama adalah sesuatu yang tidak dapat berubah, bersifat abadi, dan diberikan sekali untuk selamanya sedangkan ilmu pengetahuan sebaliknya.[11]
Sekalipun demikian, ada satu hal yang sudah jelas, bahwa kehidupan jasmani dan rohani tetap dikuasai oleh satu tata aturan hukum yang universal. Ini berarti, baik agama maupun ilmu pengetahuan, yaitu Allah. Keduanya saling melengkapi dan membantu manusia dalam bidangnya masing-masing dengan caranya sendiri.
Fungsi agama dan ilmu pengetahuan dapat dikiaskan seperti hubungan mata dan mikroskop. Mikroskop telah membantu indera mata kita yang terbatas, sehingga dapat melihat bakteri-bakteri yang terlalu kecil untuk dilihat oleh mata telanjang. Demikian pula benda langit yang sangat kecil dilihat dengan mata telanjang, ini bisa dibantu dengan teleskop karena terlalu jauh. Demikian halnya dengan wahyu Ilahi, telah membantu akal untuk memecahkan masalah-masalah rumit yang diamati oleh indera.
Dengan mengetahui begitu pentingnya studi agama untuk memahami agama-agama yang diteliti secara ilmiah, sebagaimana yang dikatakan Joachim wach: it should be clear that the central concern of religionswiienschaft must be the understanding of other religions. Karena studi agama dapat memberikan kontribusi bagi pertumbuhan dan perkembangan ilmu pengetahuan.
Di dalam doktrin agama, terdapat beberapa landasan yang menunjukan, bahwa disamping ada kebenaran yang muthlak yang langsung dari Allah swt. diakui pula eksistensi kebenaran relatif yang merupakan hasil usaha pencapaian budaya manusia, seperti: kebenaran spekulatif filsafat dan kebenaran positif ilmu pengetahuan serta kebenaran pengetahuan biasa di dalam kehidupan sehari-hari.


[1] Harun Nasution, Islam Ditinjau Dari Berbagai Aspeknya, (Jakarta: Universitas indonesia press, 1977), hal. 9
[2] Baharuddin dan Buyung Ali Sihombing, Metode Studi Islam, (Bandung: Ciptapustaka Media,2005), hal. 9
[3]Ali Anwar Yusuf, Studi Agama Islam, ( Bandung: CV. Pustaka Setia, 2003), hal. 17-19.
[4]Seyyed Hossein Nasr, Tiga Madzhab Utama Filsafat Islam, (Jakarta: Raja Grafindo, 2004), hal. 80-82.
[5] Baharuddin dan Buyung Ali Sihombing, Op.Cit, hal. 19.
[6] Ibid.,
[7] Ibid,.
[8] Abuddin Nata, Metodologi Studi Islam, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2002), hal.16-25.
[9]Muhammad Abduh, Islam; Ilmu Pengetahuan dan Msyarakat Madani, (Jakarta: Raja Grafindo, 2004) hal.4
[10]Amtsal Bakhtiar,  Filsafat Ilmu, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2004), hal.230-231
[11]Burhanudin Daya, Ilmu Perbandingan Agaman di Indonesia dan Belanda, (Jakarta: INIS,1992), hlm. 14

Manusia dan Kegelisahan


A.  Pengertian kegelisahan
Kegelisahan berasal dari kata gelisah. Gelisah artinya rasa yang tidak tentram di hati atau merasa selalu khawatir, tidakdapat tenang (tidurnya), tidak sabar lagi (menanti), cemas, dan sebagainya. Kegelisahan artinya perasaan gelisah, khawatir, cemas atau takut. Manusia yang gelisah selalu di hantui rasa khawatir atau takut.
Suatu saat dalam hidupnya, seorang akan mengalami kegelisahan. Kegelisahan ini, apabila cukup lama dirasakan oleh seseorang, akan menyebabkan gangguan penyakit. Kegelisahan (anciety) yang cukup lama akan menghilangkan kemampuan untuk merasa bahagia.[1]
Tentang kecemasan ini, Sigmund Freund membedakan menjadi tiga macam yaitu :
1.      Kecemasan objektif (kenyataan)
Suatu bahaya dalam dunia luar.
2.      Kecemasan neurotik (syaraf)
Kecemasan yang timbul karena pengamatan tentang bahaya yang naluriah.
Menurut Sigmund Freud kecemasan ini dibagi tiga macam yaitu; kecemasan yang timbul karena penyesuaian diri dengan lingkungan, bentuk ketakutan yang irasional (phobia) dan rasa takut lain karena gugup, gagap dan sebagainya.
3.      Kecemasan moral
disebabkan karena pribadi seseorang. Menurut Sigmund Freud kecemasan ini dibagi tiga macam yakni; kecemasan yang timbul karena penyesuaian diri dengan lingkungan, bentuk ketakutan yang irasional (phobia) dan rasa takut lain karena gugup, gagap dan sebagainya.[2]


B. Sebab sebab orang gelisah
Sebab- sebab orang gelisah adalah pada hakikatnya orang takut kehilangan hak-haknya. Hal itu akibat dari suatu ancaman, baik ancaman dari luar maupun dari dalam.
Contoh:
Bila ada suatu tanda bahaya (bahaya banjir, gunung meletus, atau perampokan), orang tentu akan gelisah. Hal ini disebabkan adanya bahaya mengancam akan hilangnya beberapa hak orang sekaligus, misalnya hak hidup, hak memperoleh perlindungan dan sebagainya.[3]
C. Usaha-usaha mengatasi kegelisahan
Dalam mengatasi kegelisahan, pertama-tama harus di mulai dari diri kita sendiri, yaitu bersikap tenang. Dengan sikap tenang, kita dapat berfikir tenang dan segala kesulitan dapat kita atasi. Dengan ketenangan ini, orang yang mengancam kita mungkin akan mengurungkan niatnya.
Untuk mengatasi kegelisahan, yang paling ampuh adalah memasrahkan diri kepada tuhan. Kita pasrahkan nasib kita sepenuhnya kepada-Nya. Kita harus percaya bahwa tuhan-lah maha kuasa, maha pengasih dan maha penyayang, dan maha pengampun.[4]
Untuk menghadapi kegelisahan biasanya dengan menggunakan sikap positif yang bisa berlaku umum. Ini akan berwujud tindakan-tindakan yang sangat dianjurkan yaitu meliputi:
1.      Hadapi dan rencanakan segala kemungkinan problem yang timbul dan sikap yang dibayangkan akan terjadi, sampai pada yang sejelek mungkin.
2.      Susunlah persiapan cara-cara menghadapinya beserta pemecahannya.
3.      Mendeteksi sebanyak mungkin tentang hal-hal yang menyebabkan gelisah termasuk didalamnya, sebab-sebab dan problemanya.
4.      Hadapilah dengan tabah kegelisahan berserta sebab-sebab dan problemanya dan bersiap sedia.
5.      Jika mampu meskipun mungkin tidak dapat secara spontan hilangkanlah sebab-sebab kegelisahan yang ada.
6.      Ajaklah orang lain bekerja sama dalam mengatasi kegelisahan ini paling tidak untuk ikut memikirkan atau memberi perhatian atau memahami keadaan saudara.
Dari keenam jalan yang tersebut di atas itu bagi penderita tentu tak bisa dengan terang atau pas dalam melaksanaka kecuali jika kegelisahannya telah berhenti. Jadi memang harus ada orang lain yang mau membantunya

D. Apa dan mengapa gelisah

Kegelisahan bisa dikatakan sebagai rasa tidak tentram, rasa selalu khawatir, rasa tidak tenang, rasa tidak sabar, cemas, dan semacamnya. Yang jelas kegelisahan berkaitan dengan rasa yang berkembang dalam diri manusia.
Dari dua ilustrasi pada awal bab ini, kita bisa memahami bahwa kegelisahan merupakan bagian hidup manusia. Tiap manusia, dengan tidak mempedulikan latar belakang dan kemampuannya, pasti akan mengalami kegelisahan, sebentar atau lama, ringan ataupun berat. Ini dirasakan wajar mengingat manusia mempunyai hati dan perasaan.
Sebagai fenomena universal, artinya mendera manusia mana pun, kegelisahan bisa muncul akibat faktor penyebab yang berbeda-beda. Dengan meminjam teori Sigmund Freud, secara khusus ia berbicara tentang kecemasan, kita bisa melihat adanya tiga macam kegelisahan (baca: kecemasan), yaitu objektif, neurotik, dan moral. Yang pertama, objektif , bersumber pada suatu kekuatan yang ada di luar diri manusia. Kegelisahan semacam ini bisa muncul dari antisipasi seseorang, dengan berdasarkan kepada pengalaman perasaannya, terhadap kemungkinan adanya bahaya yang mengganggu dirinya.
Yang kedua, yaitu heurotik, dalam satu dan lain kasus, lebih disebabkan oleh bisikan naluri seseorang. Kegelisahan ini bisa saja di ambil akibat munculnya rasa takut tidak mampu menyesuaikan diri dengan lingkungannya, muncul rasa takut yang rasional atau fobia, dan kecenderungan seorang untuk selalu gugup atau tergagap dalam menyikapi sesuatu persoalan yang dihadapi.
Yang ketiga, kegelisahan moral biasanya diakibatkan oleh munculnya perasaan bersalah atau malu yang sebenarnya dapat dikendalikan oleh hati nuraninya, jadi kegelisahan moral bersumber pada struktur keperibadian seseorang.[5]

E.  Faktor Penyebab Kegelisahan
Pada prinsipnya manusia merupakan mahluk hidup yang diarahkan oleh motivasi dan cita-citanya. Hampir semua tingkah laku manusia dapat dipandang sebagai usaha untuk memuaskan hasrat biologis mereka. Tetapi tujuan itu sering sulit atau bahkan kemungkinan kecil untuk di capai. Oleh sebab itu kegelisahan dapat disebabkan oleh beberapa hal, yaitu:
1. Lalai dalam Mengingat Allah
Dalam beberapa hadits dan riwayat Shahih disebutkan bahwa kegelisahan dalam keadaan tertentu akan muncul sebagai akibat kelalaian seseorang dalam mengingat Allah. Dalam berpaling dari (mencari) hikmah-Nya, mengentengkan perintah serta larangan-Nya. Terkadang kegelisahan dapat muncul dari godaan setan yang dapat mengguncangkan  jiwa.
Seseorang yang hatinya bersih dan yakin kepada Allah tidak akan terkena penyakit ini, kecuali bila menderita cacat atau penyakit tertentu. Dari sudut pandang agama, mengingat Allah ibarat benteng kuat dan baju besi yang melindungi manusia dari berbagai macam bahaya, seperti penyakit kejiwaan. Sebagaimana juga dapat menjadikannya sebagai pijakan dalam proses pengobatannya. Beberapa riwayat menyebutkan bahwa kegelisahan bisa muncul sebagai akibat perbuatan haram dan mungkar, sebaliknya mencari perlindungan Allah dapat mencegah seseorang dari dampak negatifnya.
2. Cinta Diri
Kecintaan seseorang terhadap dirinya merupakan hal yang wajar, namun sebagian orang telah berlebihan dalam mempertahankan cinta tersebut sehingga terbebani dengan berbagai macam penderitaan dan rasa sakit. Dalam pembahasan ini, yang dimaksud cinta diri adalah kecintaan yang melampaui batas. Dapat berupa perhatian berlebihan terhadap diri sendiri serta sangat sensitif terhadap segala hal yang berkaitan dengan itu, sehingga tidak mendapati musibah yang lebih parah dari penyakit tersebut.
Perhatian yang berlebihan terhadap diri akan menyebabkan munculnya keinginan buruk dalam diri seseorang, seperti ingin meraih kecintaan dari semua manusia, mengharapkan kehadiran mereka dengan patuh, dan mau melaksanakan perintahnya secara keseluruhan demi memperoleh  kerelaannya.
3. Gejolak Hati
Terkadang kegelisahan muncul dalam keadaan tertentu lantaran kegalauan hati yang sangat keras akan hal-hal yang spele dan remeh. Ketika seseorang tidak mendapatkan sesuatu yang dapat menyibukkan dirinya, seseorang tersebut akan memikirkan problem dan khayalan sia-sia, sehingga sering kali hal itu menyeretnya kedalam kubangan kegelisahan. Misalnya seorang anak kecil megotori badannya, maka akan ada guncangan jiwa lantaran takut akan hukuman dari ibunya dengan cara mencuci kotoran tersebut berulang kali. Dari pengulangan itu memberikan kemungkinan muncul pemikiran yang disertai perasaan gelisah.
4. Rasa Takut dan Malu
Sifat malu merupakan salah satu diantara faktor penyebab kegelisahan, sebab seorang pemalu adalah orang yang takut sehingga hanya berdiam diri. Hal ini banyak terjadi pada masa kecil seseorang yang mendapatkan pelecehan dan perlakuan keras, sehingga pada masa dewasanya tidak mampu menghadapi problem yang sangat besar dan menyelesaikannya secara benar.
Permasalahn Ini menunjukkan bahwa seorang pemalu akan berusaha dengan berbagai macam cara untuk melaksanakan pekerjaan dengan sebaik-baiknya agar tidak menjadi bahan penilaian dan cemoohan orang lain. Inilah yang mendorongnya melakukan pekerjaan secara berulang agar dapat menyelesaikannya sebaik mungkin, yang pada akhirnya menjerumuskannya kedalam kegelisahan.
 5. Keadaan Fisik
Seseorang yang pernah mendengar bayi menagis meminta air susu ataupun karena kesakitan akan tahu bahwa kegelisahan, kekhawatiran memegang peran dalam kehidupan bayi. Pengalaman yang didapat bayi dalam menghadapi kegelisahan, kekhawatiran, dan ketakutan ini akan berpengaruh pada masa selanjutnya, baik pada level sadar maupun tidak sadar. Pada masa dewasa ketidakmampuan fisik bukan merupakan sumber kegelisahan yang pokok, kecuali pada masa epidemi, banjir, gempa bumi, dan bencana lainnya. Dengan adanya kemajuan di bidang kedokteran, meteorologi, dan geofisika, kegelisahan yang ditimbulkan sumber ini dapat semakin dikurangi.
Kegelisahan dan kekhawatiran yang di timbulkan oleh sebab-sebab fisik tentu saja harus menghinggapi orang yang mempunyai cacat fisik seperti kebutaan, kelumpuhan, ketulian, dan sebagainya. Pada masa tua, keterbatasan fisik menjadi penyabab utama dari kegelisahan manusia. Kekuatan, pancaindera, potensi, dan kapasitas intelektuan mulai turun pada tahap-tahap tertentu, dan sekali lagi orang-orang usia lanjut harus menyesuaikan diri kembali dengan ketidakberdayaannya. Kegelisahan akan semakin menjadi-jadi jika orang usia lanjut masih menginginkan sesuatu atau motif-motif seperti saat berusia muda. Tragedi yang selalu dapat ditemui pada orang tua, ialah bahwa bukan karena menjadi tua, sebab ini adalah proses alami yang tak dapat dihindari, tetapi karena adanya ketidaksiapan perubahan peran, sikap dan motuf-motif pada saat usia semakin tua.
6. Lingkungan Sosial
Sumber kegelisahan manusia ikut berubah sebagai mana perkembangan teknologi dan ilmu pengetahuan. Manusia satu dengan lainnya saling bergantung satu sama lain, sehingga jika orang satu dengan lainnya tidak dapat saling memberi seperti yang diharapkan, maka hal ini dapat menjadi sumber kegelisahan. Manusia akan membutuhkan orang lain dalam hal status sosial, cinta kasih, rangsangan intelektual, dan sebagainya.
Motif-motif sosial akan selalu berubah, tergantung pada orang lain yang terkadang menghalanginya dengan berbagai hal dan motif.

7. Motif yang bertentangan
Sumber kegelisahan yang paling rumit ialah pertentangan antara dua motif atau lebih hakikat, dimana harus mengorbankan motif lain yang ia miliki. Kadang-kadang ini muncul karena keterbatasan jumlah keinginan yang dapat di capai pada suatu saat., sebab motif-motif dapat muncul secara bersamaan dan membutuhkan cara-cara yang berbeda untuk mencapainya. Sebagai contoh kita tak dapat menelpon dua orang pada saat yang bersamaan, atau juga seorang pemuda tidak dapat membawa dua orang gadis cantik yang dipacarinya menonton kebioskop. Konflik yang lebih rumit lagi terjadi jika pencapaian suatu motif harus mengorbankan motif yang lainnya. Seorang pemuda yang mempunyai minat yang sangat besar terhadap ilmu kedokteran dan musik sekaligus akan mengalami konflik yang akan menjadi sebab kegeliahannya. Jika ia ingin menjadi dokter yang baik ia harus meninggalkan cita-citanya sebagai musikus yang profesional, dan demikian juga sebaliknya. Kegelisahan ini akan berlangsung lama dan bukan hanya
Konflik yang lebih sulit lagi ialah jika pemuasan terhadap salah satu motif malah menguatkan motif yang bertentangan. Kita akan melihat contoh sebagai berikut. Seorang gadis yang mempunyai motivasi kuat untuk menjadi seorang yang sangat bermoral tetapi ia terlibat percintaan dengan pemuda yang kelihatan nya kurang bertanggungjawab. Untuk waktu yang lama ia berusaha keras untuk tidak berhubungan lebih intim lagi dengan pemuda itu karena motivasi moralnya yang kuat, tetapi dengan demikian ia mengorbankan keinginannya untuk berhubungan lebih erat dengan lawan jenisnya. Jika ia ingin memuaskan keinginannya yang terakhir ini ia akan mengorbankan cita-citanya yang telah ia dapatkan dengan susah payah. Pertentangan motif seperti ini akan menimbulkan kegelisahan dalam jangka waktu yang lama.
Konflik keinginan yang menimbulkan kegelisahan hidup manusia adalah hal yang tak terhindarkan, sebab manusia merupakan bentuk organisme yang di anugrahkan dengan keinginan yang multi komplek. Dalam abad modern macam ini selalu muncul keinginan-keinginan yang kontradiktoris. Keinginan sebagai makhluk bermoral tetapi juga ingin hal-hal yang bersifat keduniaan wian sering terjadi. Dalam dunia perguruan tinggi, mahasiswa ingin memperoleh nilai tinggi yang mengakibatkannya harus belajar keras dan godaan untuk berlaku santai  maupun kegiatan bermasyarakat yang ingin diterjuninya membawa konflik dan sekaligus kegelisahan.


[1] Drs. H. Ahmad Mustofa, Ilmu Budaya Dasar, Pustaka Setia, (Bandung 1998), hal 144
[2] Ibid, hal 144-147
[3] Ibid, hal 147
[4] Ibid, hal 147-148
[5] Ibid, hal 148-149