BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sejarah ummat manusia adalah sejarah
tentang perebutan kekuasaan, menang menjadi raja, kalah menjadi budak atau mati
dimakan cacing. Pada dasarnya kerakusan menjadi penguasa adalah penyakit bagi
manusia, karena untuk menjadi penguasa manusia harus saling membunuh satu sama
lain, dan itu sudah dibuktikan oleh sejarah. Imperium Romawi dan Persi adalah
dua imperium yang paling besar daerah jajahanya pada sekitar abad ke-5.
Setelah kelahirannya, Islampun ikut
andil dalam dunia perpolitikan khususnya di daerah Timur Tengah. Dengan tujuan
yang berbeda dari Negara Imperium yang lain, Islam mulai melakukan perluasan
wilayah. Akan tetapi seirirng berjalanya waktu kelihatanya tujuan seperti itu
sudah banyak diabaikan oleh para politikus dan pemimpin Islam. Karena peperangan
sesama orang Islam adalah pintu bagi kejatuhan suatu daulah. Daulah Umayyah
bersekutu dengan tentara Syiria menyerang Ali dengan tujuan ingin merebut
kekuasaan. Juga dinasti Abbasiyyah menyerang Umayyah demi kekuasaan untuk
menjadi orang nomor satu yang dihormati oleh semuanya.
Pada makalah ini, penulis akan
mencoba menjelaskan sekelumit perjalanan dinasti Umayyah dari mulai janin,
kelahiran, dan pertumbuhan serta kematian dinasti itu. Dinasti Umayyah adalah
cikal bakal suatu Dinasti yang memperkenalkan system Monarki Heridetis dalam
konstalasi kepenimpinanya kepada dunia perpolitikan Islam. Sistem politik yagn
menurut penulis sangat kotor, karena dalam system ini hak raja tidak dapat
diganggu gugat, tidak ada kesempatan bagi orang yang tidak memiliki darah
ningrat,, untuk ikut duduk di kursi kekhalifahan. Sistem pemerintahn dimonopoli
oleh raja dan para kroninya. Rakyat tidak boleh membuka mulut dan mati adalah
satu-satunya pilihan bagi orang yang mencoba melawan tindakan raja. Tak urung
Rakyat hanya jadi budak nafsu kekuasaan sang Raja. Nepotisme menjalar ke semua
lapisan pemerintahan.
Sungguh pengingkaran teradap al-Qur’an mereka lakukan dengan
sengan hati. Betapa tidak dapat sebagai pengingkaran? Dalam al-Qur’an terdapat
ayat yang memerintahkan kepada kita untuk memusyawarahkan segala sesuatu. Apalagi
dalam hal konstalasi kepemimpinan, karena hal itu adalah hal yang sangat penting
dan menyangkut kepentingan orang banyak. Tapi justru dalam hal yang sangat
penting itu mereka seperti Tuhan dalam setiap pilihanya. Dan sistem itulah yang
sampai sekarang masih dianut oleh bangsa Saudi Arabia. Semoga makalah yang
penuh kekurangan ini dapat memberikan sumbangsih bagai dunia pendidikan kita,
khusunya dalam bidang sejarah dan ilmu sosial serta politik.
B.
Rumusan Masalah
1.
Bagaimana
kebijakan dan orientasi politik pada masa Bani Umayah Timur ?
2.
Bagaimana
sistem penggantian kepala negara pada masa Bani Umayah Timur ?
3.
Bagaimana
sistem politik dan ekonomi pada masa Bani Umayah Timur?
4.
Bagaimana
sistem politik pada masa Bani Umayah Timur ?
5.
Bagaimana
sistem meliter pada masa Bani Umayah Timur ?
6.
Bagaimana
pembangunan peradaban pada masa Bani Umayah Timur ?
7.
Bagaimana
perkembangan intelektual pada masa Bani Umayah Timur ?
8.
Bagaimana
pemberotakan pada masa Bani Umayah Timur ?
9.
Bagaimana
proses keruntuhan Bani Umayah Timur ?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Awal Mula Berdirinya Dinasti Bani
Umayah Timur
Dinasti ini didirikan oleh keturunan Umayah atas rintisan Muawiyah Ibn Abi Sufyan (661-680
M) yang berpusat di Damaskus (Syria). Fase ini berlangsung sekitar satu abad dan mengubah sistem pemerintahan
dari sistem khalifah menjadi sistem mamlakat (kerajaan atau monarki).[1] Perintisan
Dinasti Bani Umaiyah dilakukan oleh Muawiyah dengan cara menolak untuk membai’at
Ali, berperang melawan Ali, dan melakukan perdamaian (tahkim) dengan pihak Ali yang secara politik sangat menguntungkan
Muawiyah.
Keberuntungan Muawiyah berikutnya adalah
keberhasilan pihak Khawarij membunuh Khalifah Ali r.a. Jabatan khalifah setelah
Ali r.a wafat, dipegang oleh putranya, Hasan Ibn Ali. Akan tetapi, karena tidak didukung oleh pasukan yang kuat,
sedangkan pihak Muawiyah semakin kuat, akhirnya Muawiyah melakukan perjanjian
dengan Hasan Ibn Ali. Isi perjanjian itu adalah bahwa pergantian pemimpin akan
diserahkan kepada umat Islam setelah masa Muawiyah berakhir. Perjanjian ini
dibuat pada tahun 661 M (41 H) kemudian tahun tersebut dikenal dengan ‘amul jama’ah atau tahun persatuan.[2] Karena
perjanjian ini mempersatukan umat Islam kembali menjadi satu
kepemimpinan politik, yaitu Muawiyah mengubah
sistem khilafah menjadi kerajaan. Pemerintahan Bani Umaiyah dinisbatkan kepada Umayah
bin Abd Syams bin Abdi Manaf. Dia adalah salah seorang tokoh penting di tengah
Quraisy pada masa Jahiliyah.
Wafatnya Ali adalah suatu jembatan
emas bagi Mu’awiyah. Daulah Umaiyah, yang ibu kota pemerintahanya di Damskus, berlangsung
selama 91 tahun dan diperintah oleh 14 orang khalifah.[3] Mereka adalah Mu’awiyah ibnu abi
Sufyan (40- 60 H/ 660 - 680 M ), Yazid Ibnu Mu’awiyah (60-63 H/ 630-683 M),
Mu’awiyah Ibnu Yazid (63- 64 H/ 683 - 684 M), Marwan Ibnu Hakam ( 64-65 H/ 684-685
M), Abdul Malik ibnu Marwan ( 65- 86 H/ 685 – 705 M), Walid ibnu Abdil Malik (
86 – 96 H/ 705 – 715 M), Sulaiman ibnu Abdil Malik ( 96 – 99 H/ 715 – 717 M),
Umar ibnu Abdil Aziz ( 99 – 101 H/ 717 -720 M), Yazid ibnu Abdil Malik ( 101 –
105 H/ 720 – 724 M), Hisyam ibnu Abdil Malik ( 105 – 125/ 724 - 743 M), Walid
ibnu Yazid ( 125 – 127 H/ 743 – 744 M, Yazid ibnu Walid ( 126 H/ 744 M),
Ibrahim ( 126 H/ 744 M), Marwan II( 127 – 132 H/ 744 – 750). )[4]
Dilihat dari perkembangan
kepemimpinan ke-14 khalifah tersebut, maka periode Bani Umaiyah dapat dibagi
menjadi tiga masa: Permulaan, perkembangan/ kejayaan, dan keruntuhan. Masa
permulaan ditandai dengan usaha-usaha Mu’awiyah meletakan dasar-dasar
pemerintahan dan orientasi kekuasaan, pembunuhan terhadap Husein ibn Ali,
perampasan kota Madinah, penyerbuan kota Makkah pada Yazid I dan perselisihan
diantara suku-suku Arab pada Mu’awiyah II.[5]
1. Kebijakan
dan Orientasi Politik Masa Bani Umayah Timur
Khalifah Muawiyah mendirikan suatu pemerintahan yang
terorganisasi dengan baik. Situasi ketika Muawiyah menjadi penguasa mengandung
banyak kesulitan. Pemerintahan imperium itu didesentralisasikan, dan kacau
serta munculnya anarkisme dan ketidaksisiplinan kaum nomad yang tidak lagi
dikendalikan oleh ikatan agama dan moral menyebabkan ketidakstabilan di
mana-mana dan kehilangan kesatuan. Ikatan teokrasi yang telah mempersatukan
kekhalifahan yang lebih dulu, tanpa dapat di hindari telah dihancurkan oleh
pembunuhan Usman, oleh perang saudar sebagai akibatnya, dan oleh pemindahan ibu
kota dari Madinah. Oligarki di Mekkah dikalahkan dan dicemarkan. Yang menjadi
masalah bagi Muawiyah ialah mencari suatu dasar baru bagi kepaduan imperium
itu. Karena itulah dia mengubah kedaulatan agama menjadi negeri sekuler. Akan
tetapi, perlu diingat bahwa unsur agama di dalam pemerintahan tidak hilang sama
sekali. Dia mematuhi formalitas agama dan kadang-kadang menunjukkan dirinya
sebagai pejuang Islam.[6]
Dinasti Bani Umaiyah berkuasa
selama kurang lebih 90 tahun (41-
132 H/661-750 M). Setelah Muawiyah memindahkan pusat
pemerintahan dari kota Madinah (Kuffah ke Damaskus, maka
pemerintahan Muawiyah berubah bentuk dari Theo-Demokrasi menjadi
Monarki (kerajaan/dinasti) hal ini berlaku semenjak ia mengangkat putranya
Yazid sebagai putra mahkota. Kebijakan yang dilakukan oleh Muawiyah ini
dipangaruhi oleh tradisi yang terdapat dibekas wilayah kerajaan Bizantium yang
sudah lama dikuasai oleh Muawiyah, semenjak dia diangkat menjadi Gubernur oleh
Umar Ibn Khatab di Suriah.
2. Sistem Penggantian Kepala Negara
3. Sistem Politik dan Ekonomi
a. Sistem politik
Bani Umayah menyusun tata pemerintahan yang sama sekali
baru, untuk memenuhi tuntutan perkembangan wilayah dan administrasi kenegaraan
yang semakin kompleks. Selain mengangkat Majelis Penasehat sebagai pendamping,
Khalifah Bani Umayah dibantu oeh beberapa orang sekertaris untuk membantu
pelaksanaan tugas, yang meliputi :
1) Katib Ar-Rasa’il, sekertaris yang bertugas menyelenggarakan
administrasi dan surat-menyurat dengan para pembesar setempat.
2) Katib Al-Kharraj, sekertaris yang bertugas menyelenggarakan
penerimaan dan pengeluaran negara.
3) Katib Al-Jundi, sekertaris yang bertugas menyelenggarakan
berbagai hal yang berkaitan dengan ketentraman.
4) Katib Asy-Syurtah, sekertaris yang bertugas menyelenggarakan
pemeliharaan keamanan dan ketertiban umum.
5) Katib Al-Qudat, sekertaris yang bertugas menyelenggarakan
tertib hukum melalui badan-badan peradilan dan hakim setempat.[7]
b. Sistem ekonomi
Bidang-bidang ekonomi yang terdapat pada zaman Bani Umayah
terbukti berjaya membawa kemajuan pada rakyatnya yaitu :
1) Dalam bidang pertanian Bani Umayah
telah memberi tumpuan terhadap pembangunan sektor pertanian. Bani Umayah telah
memperkenalkan sistem pengairan bagi tujuan meningkatkan hasil pertanian.
2) Dalam bidang industri pembuatan
khususnya kerajinan tangan telah menjadi nadi pertumbuhan bagi Bani Umayah.
4. Sistem Sosial
Bani Umayyah telah membuka terjadinya kontak antar
bangsa-bangsa muslim (Arab) dengan negeri-negeri taklukan yang terkenal
memiliki tradisi yang luhur seperti ; Persia, Mesir, Eropa, dan sebagainya.
Hubungan tersebut lalu melahirkan kreatifitas baru yang menakjubkan dibidang
seni dan ilmu pengetahuan. Di Bidang Seni terutama seni bangunan (arsitektur),
Bani Umayyah mencatat suatu pencapaian yang gemilang, seperti Home Of
The Rock (Qubah Ash-Shakhra) di Yerussalem menjadi monumen terbaik
yang hingga kini tak henti-hentinya dikagumi orang. Perhatian terhadap seni
sastra juga meningkat dizaman ini, terbukti dengan lahirnya tokoh-tokoh besar
seperti Al-Ahtal, Farazdag, Jurair, dll.
5. Sistem Militer
Salah satu kemajuan yang paling menonjol pada masa
pemerintahan dinasti Bani Umayyah adalah kemajuan dalam sistem militer. Selama
peperangan melawan kekuatan musuh, pasukan arab banyak mengambil pelajaran dari
cara-cara teknik bertempur kemudian mereka memadukannya dengan sistem dan
teknik pertahanan yang selama itu mereka miliki, dengan perpaduan sistem
pertahanan ini akhirnya kekuatan pertahanan dan militer Dinasti Bani Umayyah
mengalami perkembangan dan kemajuan yang sangat baik dengan kemajuan-kemajuan
dalam sistem ini akhirnya para penguasa dinasti Bani Umayyah mampu melebarkan
sayap kekuasaannya hingga ke Eropa.
Pada masa kehalifahan bani umayah, kemajuan besar diperoleh
ditimur. Orang-orang herat memberontak, dan mereka ditindas pada tahun
661 M. dua tahun kemudian Kabul juga diserbu. Operasi-operasi yang sama
dilancarkan terhadap Ghazna, Balkh, dan Khandahar serta benteng-benteng
lainnya. Pada tahun 676 m Bukhara direbut, dan dua tahun kemudian samarkand
tirmid diduduki. Di Timur jauh, tentara Musli lainnya di bawah pimpinan
Mahallib, anak Abu Sufra, maju sampai ke tepi Sungai Indus. Demikianlah
Muawiyah menggabungkan seluruh wilayah Asia Tengah sampai ke daerah-daerah
pinggiran Anak Benua Indo-Pakistan ke dalam kekuasannya. Secara tepat Hitti
berkata, “Dengan demikian, Muawiyah tidak hanya menjadi bapak suatu dinasti,
tetapi juga pendiri kekalifahan kedua setelah Umar.” Invasi pertama ke Afrika
Utara dilakukan pada masa kekhalifahan umar. Di bawah Usman, kesatuan-kesatuan
Arab telah maju sampai ke Barce. Setelah kekalhan Gregorius, prefektus
Bizantium, dalam pertempuran yang patut dikenang tidak jauh dari Carthago kuno,
bangsa Romawi membayar upeti tahunan kepada bangsa Arab yang kemudian menarik
dari negeri itu dengan hanya meninggalkan garnizun-garnizun kecil di sana-sini.
Gubernur-gubernur Romawi menduduki kembali wilayah-wilayah yang ditinggalkan
itu, tetapi penindasan-penindasan dan pemerasan-pemerasan mereka tidak
tertahankan sehinga tidak lama kemudian para penduduk asli menyerbu bangsa Arab
untuk membebaskan mereka dari penindasan orang-orang Bizantium Muawiyah
meluluskan seruan mereka, dan suatu pasukan di bawah pimpinan Uqbah yang
terkenal, anak Nafe, menyerang Ifrikia, mematahkan semua perlawanan,
mendudukkan negeri itu menjadi jajahan Arab. Pada tahun 670 M Uqbah mendirikan
kota militer yang termasyhur, Kairowan, di sebelah selatan Tunis untuk tempat
mengendalikan bangsa Barber yang tidak mau tunduk, dan juga untuk menjaga
terhadap serangan-serangan bangsa Romawi dari laut. Penyerbuan Uqbah yang cemerlang
dan pukulan-pukulannya untuk menghancurkan bangsa Romawi dan bangsa Barber
menyebabkan negeri itu aman selama beberapa tahun. Kecuali beberapa saat ketika
diselingi orang lain karena Uqbah dipanggil ke Damaskus, dia memerintah Ifrikia
dan tanah jajahan di sebelah bartnya hingga kematiannya pada tahun 683 M.[8]
6. Pembangunan Peradaban
Hasil peradaban pada masa Bani Umaiyah Timur antara lain:[9]
a. Arsitektur
Seni
bangunan (arsitektur) pada zaman Umaiyah bertumpu pada
bangunan sipil berupa kota-kota, dan bangunan agama berupa masjid-masjid. Di
damaskus ini didirikan berbagai gedung yang indah-indah dan memiliki nilai seni
yang tingg, di lengkapi dengan jalan-jalan dan taman-taman rekreasi yang
menakjubkan. Tidak hanya itu, pada Masjid Agung Damaskus, kubah-kubahnya berbentuk
tapak besi kuda bulat.
b. Oraganisasi militer
Pada masa Bani Umaiyah organisasi militer terdiri dari
Angkatan Darat (al-Jund), Angkatan
Laut (al-Bahriyah) dan Angkatan
Kepolisian (al-Syurtah). Pada awalnya
angkatan bersenjata ini hanya terdiri dari orang-orang Arab, hal ini sesuai
dengan politik Arabnya. Namun, setelah wilayah kekuasaan meluas sampai ke
Afrika Utara maka orang luar pun terutama bangsa Bar-bar turut andil dalam
kepemerintahan ini.
c. Perdagangan
Pada masa ini lalu lintas
perdagangan melalui dua jalur, yaitu jalur darat dan juga jalur laut. Jalur
darat melalui jalan Sutera ke Tiongkok guna memperlancar perdagangan sutera,
keramik, obat-obatan dan wewangain. Adapun jalur laut menuju ke arah
negeri-negeri belahan timur untuk mencari rempah-rempah, bumbu, anbar, kasturi,
permata, logam mulia, gading dan bulu-buluan. Perkembangan perdagangan yang
terjadi ini mendorong peningkatan kemakmuran bagi Daulah Umaiyah.
d. Kerajinan
Pada masa Khalifah Abd Malik mulai
dirintis pembuatan tiraz (semacam
bordiran), yakni cap resmi yang dicetak pada pakaian khalifah dan para pembesar
pemerintahan. Selain itu, di bidang seni lukis juga sudah mendapat perhatian
sejak dari masa Khalifah Mu’awiyah. Seni
lukis tersebut selain terdapat di masjid-masjid dan juga di luar masjid. Corak
dan warna lukisan pada masa ini masih bersifat Hellenisme murni, tetapi
kemudian dimodifikasi menurut cara-cara Islam, sehingga menarik perhatian para
penulis Eropa.
e. Reformasi
fiskal
Pada masa Umaiyah setiap orang yang
memiliki tanah baik itu muslim maupun non muslim diwajibkan membayar pajak
tanah.
Selain itu, dalam sumber yang lain disebutkan beberapa
peradaban pada masa Bani Umaiyah Timur, yaitu:[10]
a. Penyempurnaan tulisan Al-Qur’an
Pada masa ini, Al-Qur’an telah
disempurnakan dengan telah diberikan titik dan baris, karena Al-Qur’an yang telah
dikodifikasi pada zaman Abu Bakar dan Utsman Ibn Affan ditulis tanpa titik,
sehingga tidak dapat dibedakan antara huruf fa
dengan huruf qaf atau antara
huruf ba dengan huruf ta, serta tidak
menggunakan baris sehingga tidak dapat dibedakan antara fathah yang berbunyi a,
kasrah yang berbunyi i, dan dhammah yang berbunyi u.
b. Penulisan Hadits
Umar Ibn Abd
Al-Aziz adalah khalifah yang memelopori penulisan Hadis. Beliau memerintahkan
kepada Abu Bakar Ibn Muhammad Ibn Amr Ibn Hajm (120 H.), gubernur Madinah,
untuk menuliskan hadis yang ada dalam hafalan-hafalan hadis.
Pada masa itu Abul Aswad Ad-Duali (w. 681 M/62
H) Ulama (Bukan Sahabat), menyusun gramatika
Arab dengan memberi titik pada huruf-huruf hijaiyah yang semula tidak bertitik
9 (Wadi’un Nuqod ‘Alal Qulub). Usaha ini besar artinya dalam
mengembangkan dan memperluas bahasa Arab, serta memudahkan orang membaca,
mempelajari, dan menjaga barisan yang menentukan gerak kata dan bunyi suara
serta ayunan iramanya, hingga dapat diketahui maknanya. Kerajaan inipun telah
mulai menempatkan dirinya dalam ilmu pengetahuan dengan mementingkan buku-buku
bahasa Yunani dan Kopti (Kristen Mesir).
Sudah ada titiknya tapi masih banyak orang non-Arab yang
masih belum bisa membaca, maka Imam Kholil bin Ahmad Al-Farohidi membuat Sakl,
Fathah, kasroh, dhommah, fathahtein, sukun,dll,(w. 165 H). Abu ‘Ubaid Qosim
bin Salam (w. 224 H), membuat Tajwid. Dalam Bidang Peradaban Dinasti Umayyah
telah menemukan jalan yang lebih luas ke arah pengembangan dan perluasan
berbagai bidang ilmu pengetahuan, dengan bahasa Arab sebagai media utamanya.
Menurut Jurji Zaidan (George Zaidan) beberapa
kemajuan dalam bidang pengembangan ilmu pengetahuan antara lain sebagai
berikut:
a. Pengembangan bahasa Arab.
Para
Penguasa Dinasti Umayyah telah menjadikan Islam sebagai Daulah (Negara),
kemudian dikuatkanya dan dikembangkanlah Bahasa Arab dalam wilayah Kerajaan
Islam. Upaya tersebut dilakukan dengan menjadikan bahasa Arab sebagai Bahasa
Resmi dalam tata usaha negara dan pemerintah sehingga pembukuan dan
surat-menyurat harus menggunakan bahasa Arab, yang sebelumnya menggunakan
bahasa Romawi atau bahasa Persia di daerah-daerah bekas jajahan mereka dan di
Persia sendiri.
b. Marbad Kota Pusat Kegiatan Ilmu.
Dinasti
Umayyah juga mendirikan sebuah Kota kecil sebagai pusat kegiatan
IlmuPengetahuan dan Kebudayaan. Pusat kegiatan ilmu dan kebudayaan itu
dinamakan Marbad, kota satelit dari Damaskus. Di Kota Marbad inilah berkumpul
para pejangga, filsuf, ulama, penyair, dan cendikiawan lainya, sehingga kota
ini diberi gelar Ukadz-nya Islam.
c. Ilmu Qiraat.
Ilmu
Qiraat adalah ilmu seni baca Al-Qur’an. Ilmu Qiraat merupakan ilmu Syariat
tertua, yang telah dibina sejak Zaman Khulafaur Rasyidin. Kemudian pada Masa
Dinasti Umayyah dikembangluaskan sehingga menjadi Cabang ilmu Syariat yang
sangat penting. Pada masa ini lahir para Ahli Qiraat ternama seperti Abdullah
bin Qusair (w. 120 H) dan Ashim bin Abi Nujud (w. 127 H).
d. Ilmu Tafsir.
Untuk
memahami Al-qur’an sebagai kitab Suci diperlukan interprestasi pemahaman secara
komprehensif.
e. Ilmu Hadits.
Ketika
Kaum Muslimin telah berusaha memahami Al-Qur’an, ternyata ada satu hal yang
juga sangat mereka butuhkan, yaitu ucapan-ucapan Nabi yang disebut Hadits. Oleh
karena itu timbullah usaha untuk mengumpulkan Hadits, menyelidiki asal-usulnya,
sehingga akhirnya menjadi satu ilmu yang berdiri sendiri yang dinamakan Ilmu
Hadits. Diantara para Ahli Hadits pada Masa Dinasti Umayyah adalah Al-Auzai
Abdurrahman bin Amru (w. 159 H), Hasan Basri (w. 110 H), Ibnu Abu Malikah (119
H), dan Asya’bi Abu Amru Amir bin Syurahbil (w. 104 H). Khalifah Umar bin Abdul
Aziz memanggil salah satu orang yang bernama Shihabuddin Romahurmuuzi, untuk
membuat ilmu yang digunakan untuk menyeleksi Hadits, namanya : ilmu Mustholahul
Hadits.
f. Ilmu Fiqh.
Setelah
Islam menjadi Daulah, maka para penguasa sangat membutuhkan adanya
peraturan-peraturan untuk menjadi pedoman dalam menyelesaikan berbagai masalah.
Mereka kembali kepada Al-Qur’an dan Hadits dan mengeluarkan Syariat dari kedua
sumber tersebut untuk mengatur pemerintahan dan memimpin rakyat. Al-qur’an
adalah dasar Fiqh Islam, dan pada zaman ini ilmu Fiqh telah menjadi satu cabang
ilmu Syariat yang berdiri sendiri. Diantara ahli Fiqh yang terkenal adalah
Sa’ud bin Musib, Abu Bakar bin Abdurrahman, Qasim Ubaidillah, Urwah, dan
Kharijah.
g. Ilmu Nahwu.
Pada
Masa Dinasti Umayyah karena wilayahnya berkembang secara luas, khususnya ke
wilayah di luar Arab, maka ilmu Nahwu sangat diperlukan. Hal tersebut
disebabkan pula bertambahnya orang-orang Ajam (Non-Arab) yang
masuk Islam, sehingga keberadaan Bahasa Arab sangat dibutuhkan. Oleh karena
itu, dibukukanlah ilmu Nahwu dan berkembanglah satu cabang ilmu yang penting
untuk mempelajari berbagai ilmu Agama Islam. Contoh, membaca : Innallaha
barii’um minal musyriki wa Rosuulih, (Salah), yang artinya:“sesungguhnya
Allah tidak melindungi orang Musyrik dan tidak
melindungi Rosulullah”. Yang benar: “Innallaha Barii’um
minal Musyriki wa Rosuuluh”, yang artinya: sesungguhnya Allah tidak
melindungi Orang Musyrik, dan Rosulullah pun tidak melindungi (Kata: wa
Rosuuluh).
h. Ilmu Jughrafi dan Tarikh.
Jughrafi
dan Tarikh pada Masa Dinasti Umayyah telah berkembang menjadi ilmu tersendiri.
Demikian pula ilmu Tarikh (ilmu Sejarah), baik sejarah umum maupun sejarah
islam pada khususnya. Adanya pengembangan dakwah islam ke daerah-daerah baru
yang luas dan jauh menimbulkan gairah untuk mengarang ilmu Jughrafi (Ilmu Bumi
atau Geografi), demikian pula ilmu tarikh. Ilmu Jughrafi dan Ilmu Tarikh lahir
pada masa Dinasti Umayyah, barulah berkembang menjadi suatu ilmu yang
betul-betul berdiri sendiri pada masa ini.
8. Pemberontakan terhadap Bani Umayah
a. Khawarij
kaum yang mendesak Ali untuk menghentikan peperangan pada
perang Shiffin dan menjalankan proses hukum melalui Al-Quran. Namun, kemudian
menolak hasil perundingan antara pihak Ali dan Muawiyah,. Setelah itu, mereka
melakukan pemberontakan di Harura dan melakukan kerusakan dimuka bumi. Mereka
dibinasakan oleh Ali bin Thalib dalam perang Nahrawand, namun masih banyak yang
tersisa di kalangan pasukannya. Salah seorang di antara mereka berasil membunuh
Ali. Pada masa pemerintahan Muawiyah, mereka melakukan beberapa kali
pemberontakan di Kufah dan Bashrah, hingga kembali mereka dihancurkan oleh
gubernur Bashrah saat itu, yaitu Ziyad Ibnu Abihi dan anaknya Abdillah bin
Ziyad. Mereka adalah dua orang yang sangat keras terhadap mereka.
Orang-orang Khawarij
adalah manusia-manusia kampungnya yang kaku, keras kepala, dan menginginkan
manusia hanya ada dalam dua kubu, yaitu kafir dan mukmin. Barang siapa yang
sesuai dengan pandangan-pandangannya, ia dianggap sebagai orang mukmin; dan
barang siapa yang dianggap tidak sesuai dengan pandangannya, ia akan dianggap
sebagai orang kafir.[12]
b. Syi’ah
d. Mu’tazilah
Gerakan ini
bersifat keagamaan, tidak mengumpulkan pasukan dan tidak pernah menghunuskan
pedang. Gerakan ini sangat berkaitan dengan mazhab Khawarij. Dalam gerakan ini,
muncul lagi pendapat golongan, seperti Murji’ah, Jabariyah dan Mu’tazilah itu
sendiri. Karena konflik internal dalam negeri yang tidak bisa
diselesaikan, akhirnya dinasti ini tumbang (750), dan digantikan dengan Daulat
Bani Abbasyiyah.
9. Keruntuhan Bani Umayah
Timur
Banyak
sebab yang turut mengakibatkan jatuhnya bani umayah. Menurut ibnu khaldun,
mundurnya suatu dinasti adalah suatu gejala alamiyah sejarah. Usia efektif
suatu imperium dinasti tidak bisa lebih dari jangka usia manusia. Dan masa 100
tahun pada umumnya merupakan waktu yang paling lama yang dapat diharapakan bagi
usia sesorang. “Bentuk alamiah ini hanya dapat dihindari degan pembaruan yang
seksama. Dinasti Umayah telah hidup kira kira 90 tahun, dan keluarga itu
memburuk sehingga sama sekali tidak mungkin di perbaiki’ muawiyah mengesampigkan
prinsip pemilihan, dan menyatakan Yazid sebagai putra mahkotanya.
Republikanisme diganti dengan monarki turun temurun prinsip islam bahwa kepala
negara harus dipilih oleh rakyat tidak dijalankan. Dengan demikian Bani Umayah
kehilangan dukungan penuh kerja sama dari rakyat.[13]
Kelemahan
keluarga yang memerintah itu merupakan sebab pertama dan terpenting bagi
kejatuhan dinasti umayah. Diantara para khalifahnya kecuali Muawiyah, Abdul
Malik, Walid I dan Umar II, semua yang lain lemah dan tidak mampu. Hisyam
negarawan yang kelima dan terakhir yang besar dari Umayah. Keempat pengantinya
ternyata tidak mampu jika tidak dikatakan tidak bermoral dan merosot akhlaknya.
Bahkan sebelum masa Hisyam, bagi para khalifah telah menjadi mode, sebagaimana
yang ditunjukkan oleh Yazid II, untuk menghabiskan waktu dengan berburu dan
minum anggur, dan lebih sibuk dengan syair-syair daripada dengan Qur’an dan
urusan-urusan negara. Karena harta kekayaan yang melimpah dan jumlah budak yang
berlebihan, mereka menjadi tidak mengenal kendali. Bahkan keluarga yang
memerintah tidak lagi dapat membanggakan darah Arabnya yang murni. Yazid III
merupakan khalifah Islam pertama yang ibunya seorang budak belian. Kedua
penggantinya juga anak budak belian yang dimerdekakan. Keburukan peradaban yang
khas, terutama yang menyangkut minuman keras, perempuan, dan nyanyian, telah
menguasai putra-putra padang pasir itu, dan mulai melemahkan semangat hidup
masyarakat arab yang masih muda-muda itu. Menurut kata-kata Von Kremer,
”Pemerintahan Bani Umayah, oleh orang-orang sezaman mereka dianggap sama sekali
tidak merupakan kelanjutan pemerintahan nabi dan para sahabatnya, juga tidak berdasar
atas islam yang merupakan pendukung utama dan kekuatan khalifah-khalifah
pertama, tetapi berdasar atas kekuatan untuk menaklukan. Sesungguhnya,
kenyataan ini merupakan sumber kelemahan yang paling besar bagi Bani Umayah,
dan merupakan alasan bagi penentangan terus menerus terhadap kekuasaan mereka,
yang dibangkitkan dengan nama Allah dan Nabi-Nya, yang selalu harus dihadapi
dan diatasi sendiri oleh Bani Umayah.[14]
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari
penjelasan dan pembahasan tentang Perkembangan dan Peradaban Islam Pada masa
Dinasti Bani Umayah Timur di atas, penulis dapat menyimpulkan hal-hal berikut
ini.
1.
Muawiyah
adalah pendiri Dinasti Bani Umayah. Ia adalah anak Abu Sufyan. Muawiyah
memperoleh kekuasaan, kecuali di Siria dan Mesir, dia memerintah dengan pedang.
Di dalam dirinya digabungkannya sifat sifat seorang penguasa, politikus, dan
administrator. Muawiyah adalah seorang peneliti sifat manusia yang tekun dan
memperoleh wawasan yang tajam tentang pikiran manusia. Dia berhasil
memanfaatkan para pemimpin, administrator, dan politikus yang paling ahli pada
waktu itu.
2.
Gaya
dan corak kepemimpinan pemerintahan Bani Umayyah (41 H/661 M) berbeda dengan
kepemimpinan masa-masa sebelumnya yaitu masa pemerintahan Khulafaur Rasyidin.
Pada masa pemerintahan Khulafaur Rasyidin dipilih secara demokratis dengan
kepemimpinan kharismatik yang demokratis sementara para penguasa Bani Umayyah
diangkat secara langsung oleh penguasa sebelumnya dengan menggunakan sistemMonarchi
Heredity (Kerajaan/Dinasti), yaitu kepemimpinan yang di wariskan
secara turun temurun. Kekhalifahan Muawiyyah diperoleh melalui
kekerasan, diplomasi dan tipu daya, tidak dengan pemilihan atau suara
terbanyak.
3.
Dinasti
Umayyah telah mampu membentuk peradaban yangkontemporer dimasanya,
baik dalam tatanan sosial, politik, ekonomi, teknologi, maupun sosial
kebudayaan. Di bidang politik, Bani Umayyah menyusun tata pemerintahan yang
sama sekali baru, untuk memenuhi tuntutan perkembangan wilayah dan administrasi
kenegaraan yang semakin kompleks. Selain mengangkat Majelis Penasehat sebagai
pendamping, Khalifah Bani Umayyah dibantu oeh beberapa orang sekertaris untuk
membantu pelaksanaan tugas, yang meliputi : Katib Ar-Rasa’il, Katib
Al-Kharraj, Katib Al-Jundi, Katib Asy-Syurtah, dan Katib
Al-Qudat. Di bidang sosial budaya, bahasa dan Sastra Arab dan lain-lain
banyak kejayaan yang didapatkan pada dinasti Umayah.
DAFTAR
PUSTAKA
Abdurrahman,
Dudung, Sejarah Peradaban Islam: dari
masa klasik hingga modern, (Yogyakarta: Lesfi, 2009)
Dzoelkarnaen, Ahmad, http://spistai.blogspot.com/2009/03/”sejarah-islam-masa-bani-umayyah”.html. Diakses tanggal 09 Oktober 2018.
Mahmudunnasir, Syeh, Islam: Konsepsi dan Sejarahnya,
(Bandung: Remaja Rosdakarya, 2005)
Matdawam, M. Noor, Lintasan Sejarah; Kebudayaan Islam, (Yogyakarta: 1988)
Mufrodi,
Ali, Islam
di Kawasan Kebudayaan Arab (Jakarta: Logus, 1997)
Sodikin,
Ali, Dudung Abdurrahman dkk,
Sejarah Kebudayaan Islam,
(Yogyakarta: Lesfi, 2009)
Soe’yb, Joesoef, Sejarah
Daulat Umayyah I, (Jakarta:
Bulan Bintang, 2000)
Supriyadi, Dedi,
Sejarah Peradaban Islam, (Bandung: Pustaka Setia, 2008)
[3]Dudung
Abdurrahman, Sejarah Peradaban Islam:
dari masa klasik hingga modern, (Yogyakarta: Lesfi, 2009), hlm. 69
[4]M.
Noor Matdawam, Lintasan Sejarah;
Kebudayaan Islam (Yogyakarta: 1988)
hlm. 5-6
[5]Dudung
Abdurrahman, Log.Cit.
[6]Syeh
Mahmudunnasir, Islam: Konsepsi dan Sejarahnya, (Bandung: Remaja
Rosdakarya, 2005), Cet Ke-4, hlm. 175
[9]Ali Sodikin, Dudung Abdurrahman dkk, Sejarah Kebudayaan Islam,
( Yogyakarta: Lesfi, 2009), hlm. 75
[11]Ahmad
Dzoelkarnaen, http://spistai.blogspot.com/2009/03/”sejarah-islam-masa-bani-umayyah”.html (diakses tanggal 09 Oktober 2018. Pukul 14.35 WIB)
[12]Dedi Supriyadi, Op.Cit., hlm.
109.
[13]Syeh
Mahmudunnasir, Op.Cit., hlm. 203