Sabtu, 15 Juni 2019

Sejarah Peradaban Islam di Masa Bani Umayyah

BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Sejarah ummat manusia adalah sejarah tentang perebutan kekuasaan, menang menjadi raja, kalah menjadi budak atau mati dimakan cacing. Pada dasarnya kerakusan menjadi penguasa adalah penyakit bagi manusia, karena untuk menjadi penguasa manusia harus saling membunuh satu sama lain, dan itu sudah dibuktikan oleh sejarah. Imperium Romawi dan Persi adalah dua imperium yang paling besar daerah jajahanya pada sekitar abad ke-5.
Setelah kelahirannya, Islampun ikut andil dalam dunia perpolitikan khususnya di daerah Timur Tengah. Dengan tujuan yang berbeda dari Negara Imperium yang lain, Islam mulai melakukan perluasan wilayah. Akan tetapi seirirng berjalanya waktu kelihatanya tujuan seperti itu sudah banyak diabaikan oleh para politikus dan pemimpin Islam. Karena peperangan sesama orang Islam adalah pintu bagi kejatuhan suatu daulah. Daulah Umayyah bersekutu dengan tentara Syiria menyerang Ali dengan tujuan ingin merebut kekuasaan. Juga dinasti Abbasiyyah menyerang Umayyah demi kekuasaan untuk menjadi orang nomor satu yang dihormati oleh semuanya.
Pada makalah ini, penulis akan mencoba menjelaskan sekelumit perjalanan dinasti Umayyah dari mulai janin, kelahiran, dan pertumbuhan serta kematian dinasti itu. Dinasti Umayyah adalah cikal bakal suatu Dinasti yang memperkenalkan system Monarki Heridetis dalam konstalasi kepenimpinanya kepada dunia perpolitikan Islam. Sistem politik yagn menurut penulis sangat kotor, karena dalam system ini hak raja tidak dapat diganggu gugat, tidak ada kesempatan bagi orang yang tidak memiliki darah ningrat,, untuk ikut duduk di kursi kekhalifahan. Sistem pemerintahn dimonopoli oleh raja dan para kroninya. Rakyat tidak boleh membuka mulut dan mati adalah satu-satunya pilihan bagi orang yang mencoba melawan tindakan raja. Tak urung Rakyat hanya jadi budak nafsu kekuasaan sang Raja. Nepotisme menjalar ke semua lapisan pemerintahan.
Sungguh pengingkaran teradap al-Qur’an mereka lakukan dengan sengan hati. Betapa tidak dapat sebagai pengingkaran? Dalam al-Qur’an terdapat ayat yang memerintahkan kepada kita untuk memusyawarahkan segala sesuatu. Apalagi dalam hal konstalasi kepemimpinan, karena hal itu adalah hal yang sangat penting dan menyangkut kepentingan orang banyak. Tapi justru dalam hal yang sangat penting itu mereka seperti Tuhan dalam setiap pilihanya. Dan sistem itulah yang sampai sekarang masih dianut oleh bangsa Saudi Arabia. Semoga makalah yang penuh kekurangan ini dapat memberikan sumbangsih bagai dunia pendidikan kita, khusunya dalam bidang sejarah dan ilmu sosial serta politik.
B.   Rumusan Masalah
1.    Bagaimana kebijakan dan orientasi politik pada masa Bani Umayah Timur ?
2.    Bagaimana sistem penggantian kepala negara pada masa Bani Umayah Timur ?
3.    Bagaimana sistem politik dan ekonomi pada masa Bani Umayah Timur?
4.    Bagaimana sistem politik pada masa Bani Umayah Timur ?
5.    Bagaimana sistem meliter pada masa Bani Umayah Timur ?
6.    Bagaimana pembangunan peradaban pada masa Bani Umayah Timur ?
7.    Bagaimana perkembangan intelektual pada masa Bani Umayah Timur ?
8.    Bagaimana pemberotakan pada masa Bani Umayah Timur ?
9.    Bagaimana proses keruntuhan Bani Umayah Timur ?






BAB II
PEMBAHASAN

A.      Awal Mula Berdirinya Dinasti Bani Umayah Timur
Dinasti ini didirikan oleh keturunan Umayah atas rintisan Muawiyah Ibn Abi Sufyan (661-680 M) yang berpusat di Damaskus (Syria). Fase ini berlangsung sekitar satu abad dan mengubah sistem pemerintahan dari sistem khalifah menjadi sistem mamlakat (kerajaan atau monarki).[1] Perintisan Dinasti Bani Umaiyah dilakukan oleh Muawiyah dengan cara menolak untuk membai’at Ali, berperang melawan Ali, dan melakukan perdamaian (tahkim) dengan pihak Ali yang secara politik sangat menguntungkan Muawiyah.
Keberuntungan Muawiyah berikutnya adalah keberhasilan pihak Khawarij membunuh Khalifah Ali r.a. Jabatan khalifah setelah Ali r.a wafat, dipegang oleh putranya, Hasan Ibn Ali. Akan tetapi,  karena tidak didukung oleh pasukan yang kuat, sedangkan pihak Muawiyah semakin kuat, akhirnya Muawiyah melakukan perjanjian dengan Hasan Ibn Ali. Isi perjanjian itu adalah bahwa pergantian pemimpin akan diserahkan kepada umat Islam setelah masa Muawiyah berakhir. Perjanjian ini dibuat pada tahun 661 M (41 H) kemudian tahun tersebut dikenal dengan ‘amul jama’ah atau tahun persatuan.[2] Karena perjanjian ini mempersatukan umat Islam kembali menjadi satu kepemimpinan politik, yaitu Muawiyah  mengubah sistem khilafah menjadi kerajaan. Pemerintahan Bani Umaiyah dinisbatkan kepada Umayah bin Abd Syams bin Abdi Manaf. Dia adalah salah seorang tokoh penting di tengah Quraisy pada masa Jahiliyah.
Wafatnya Ali adalah suatu jembatan emas bagi Mu’awiyah. Daulah Umaiyah, yang ibu kota pemerintahanya di Damskus, berlangsung selama 91 tahun dan diperintah oleh 14 orang khalifah.[3] Mereka adalah Mu’awiyah ibnu abi Sufyan (40- 60 H/ 660 - 680 M ), Yazid Ibnu Mu’awiyah (60-63 H/ 630-683 M), Mu’awiyah Ibnu Yazid (63- 64 H/ 683 - 684 M), Marwan Ibnu Hakam ( 64-65 H/ 684-685 M), Abdul Malik ibnu Marwan ( 65- 86 H/ 685 – 705 M), Walid ibnu Abdil Malik ( 86 – 96 H/ 705 – 715 M), Sulaiman ibnu Abdil Malik ( 96 – 99 H/ 715 – 717 M), Umar ibnu Abdil Aziz ( 99 – 101 H/ 717 -720 M), Yazid ibnu Abdil Malik ( 101 – 105 H/ 720 – 724 M), Hisyam ibnu Abdil Malik ( 105 – 125/ 724 - 743 M), Walid ibnu Yazid ( 125 – 127 H/ 743 – 744 M, Yazid ibnu Walid ( 126 H/ 744 M), Ibrahim ( 126 H/ 744 M), Marwan II( 127 – 132 H/ 744 – 750). )[4]
Dilihat dari perkembangan kepemimpinan ke-14 khalifah tersebut, maka periode Bani Umaiyah dapat dibagi menjadi tiga masa: Permulaan, perkembangan/ kejayaan, dan keruntuhan. Masa permulaan ditandai dengan usaha-usaha Mu’awiyah meletakan dasar-dasar pemerintahan dan orientasi kekuasaan, pembunuhan terhadap Husein ibn Ali, perampasan kota Madinah, penyerbuan kota Makkah pada Yazid I dan perselisihan diantara suku-suku Arab pada Mu’awiyah II.[5]
1.    Kebijakan dan Orientasi Politik Masa Bani Umayah Timur
Khalifah Muawiyah mendirikan suatu pemerintahan yang terorganisasi dengan baik. Situasi ketika Muawiyah menjadi penguasa mengandung banyak kesulitan. Pemerintahan imperium itu didesentralisasikan, dan kacau serta munculnya anarkisme dan ketidaksisiplinan kaum nomad yang tidak lagi dikendalikan oleh ikatan agama dan moral menyebabkan ketidakstabilan di mana-mana dan kehilangan kesatuan. Ikatan teokrasi yang telah mempersatukan kekhalifahan yang lebih dulu, tanpa dapat di hindari telah dihancurkan oleh pembunuhan Usman, oleh perang saudar sebagai akibatnya, dan oleh pemindahan ibu kota dari Madinah. Oligarki di Mekkah dikalahkan dan dicemarkan. Yang menjadi masalah bagi Muawiyah ialah mencari suatu dasar baru bagi kepaduan imperium itu. Karena itulah dia mengubah kedaulatan agama menjadi negeri sekuler. Akan tetapi, perlu diingat bahwa unsur agama di dalam pemerintahan tidak hilang sama sekali. Dia mematuhi formalitas agama dan kadang-kadang menunjukkan dirinya sebagai pejuang Islam.[6]
Dinasti Bani Umaiyah berkuasa selama kurang lebih 90 tahun (41- 132 H/661-750 M). Setelah Muawiyah memindahkan pusat pemerintahan dari kota Madinah (Kuffah ke Damaskus, maka pemerintahan Muawiyah berubah bentuk dari Theo-Demokrasi menjadi Monarki (kerajaan/dinasti) hal ini berlaku semenjak ia mengangkat putranya Yazid sebagai putra mahkota. Kebijakan yang dilakukan oleh Muawiyah ini dipangaruhi oleh tradisi yang terdapat dibekas wilayah kerajaan Bizantium yang sudah lama dikuasai oleh Muawiyah, semenjak dia diangkat menjadi Gubernur oleh Umar Ibn Khatab di Suriah.
2.    Sistem Penggantian Kepala Negara
3.    Sistem Politik dan Ekonomi
a.    Sistem politik
Bani Umayah menyusun tata pemerintahan yang sama sekali baru, untuk memenuhi tuntutan perkembangan wilayah dan administrasi kenegaraan yang semakin kompleks. Selain mengangkat Majelis Penasehat sebagai pendamping, Khalifah Bani Umayah dibantu oeh beberapa orang sekertaris untuk membantu pelaksanaan tugas, yang meliputi :
1)   Katib Ar-Rasa’il, sekertaris yang bertugas menyelenggarakan administrasi dan surat-menyurat dengan para pembesar setempat.
2)   Katib Al-Kharraj, sekertaris yang bertugas menyelenggarakan penerimaan dan pengeluaran negara.
3)   Katib Al-Jundi, sekertaris yang bertugas menyelenggarakan berbagai hal yang berkaitan dengan ketentraman.
4)   Katib Asy-Syurtah, sekertaris yang bertugas menyelenggarakan pemeliharaan keamanan dan ketertiban umum.
5)   Katib Al-Qudat, sekertaris yang bertugas menyelenggarakan tertib hukum melalui badan-badan peradilan dan hakim setempat.[7]
b.  Sistem ekonomi
Bidang-bidang ekonomi yang terdapat pada zaman Bani Umayah terbukti berjaya membawa kemajuan pada rakyatnya yaitu :
1)   Dalam bidang pertanian Bani Umayah telah memberi tumpuan terhadap pembangunan sektor pertanian. Bani Umayah telah memperkenalkan sistem pengairan bagi tujuan meningkatkan hasil pertanian.
2)   Dalam bidang industri pembuatan khususnya kerajinan tangan telah menjadi nadi pertumbuhan bagi Bani Umayah.
4.    Sistem Sosial
Bani Umayyah telah membuka terjadinya kontak antar bangsa-bangsa muslim (Arab) dengan negeri-negeri taklukan yang terkenal memiliki tradisi yang luhur seperti ; Persia, Mesir, Eropa, dan sebagainya. Hubungan tersebut lalu melahirkan kreatifitas baru yang menakjubkan dibidang seni dan ilmu pengetahuan. Di Bidang Seni terutama seni bangunan (arsitektur), Bani Umayyah mencatat suatu pencapaian yang gemilang, seperti Home Of The Rock (Qubah Ash-Shakhra) di Yerussalem menjadi monumen terbaik yang hingga kini tak henti-hentinya dikagumi orang. Perhatian terhadap seni sastra juga meningkat dizaman ini, terbukti dengan lahirnya tokoh-tokoh besar seperti Al-Ahtal, Farazdag, Jurair, dll.
5.    Sistem Militer
Salah satu kemajuan yang paling menonjol pada masa pemerintahan dinasti Bani Umayyah adalah kemajuan dalam sistem militer. Selama peperangan melawan kekuatan musuh, pasukan arab banyak mengambil pelajaran dari cara-cara teknik bertempur kemudian mereka memadukannya dengan sistem dan teknik pertahanan yang selama itu mereka miliki, dengan perpaduan sistem pertahanan ini akhirnya kekuatan pertahanan dan militer Dinasti Bani Umayyah mengalami perkembangan dan kemajuan yang sangat baik dengan kemajuan-kemajuan dalam sistem ini akhirnya para penguasa dinasti Bani Umayyah mampu melebarkan sayap kekuasaannya hingga ke Eropa.
Pada masa kehalifahan bani umayah, kemajuan besar diperoleh ditimur. Orang-orang herat memberontak, dan mereka ditindas  pada tahun 661 M. dua tahun kemudian Kabul juga diserbu. Operasi-operasi yang sama dilancarkan terhadap Ghazna, Balkh, dan Khandahar serta benteng-benteng lainnya. Pada tahun 676 m Bukhara direbut, dan dua tahun kemudian samarkand tirmid diduduki. Di Timur jauh, tentara Musli  lainnya di bawah pimpinan Mahallib, anak Abu Sufra, maju sampai ke tepi Sungai Indus. Demikianlah Muawiyah menggabungkan seluruh wilayah Asia Tengah sampai ke daerah-daerah pinggiran Anak Benua Indo-Pakistan ke dalam kekuasannya. Secara tepat Hitti berkata, “Dengan demikian, Muawiyah tidak hanya menjadi bapak suatu dinasti, tetapi juga pendiri kekalifahan kedua setelah Umar.” Invasi pertama ke Afrika Utara dilakukan pada masa kekhalifahan umar. Di bawah Usman, kesatuan-kesatuan Arab telah maju sampai ke Barce. Setelah kekalhan Gregorius, prefektus Bizantium, dalam pertempuran yang patut dikenang tidak jauh dari Carthago kuno, bangsa Romawi membayar upeti tahunan kepada bangsa Arab yang kemudian menarik dari negeri itu dengan hanya meninggalkan garnizun-garnizun kecil di sana-sini. Gubernur-gubernur Romawi menduduki kembali wilayah-wilayah yang ditinggalkan itu, tetapi penindasan-penindasan dan pemerasan-pemerasan mereka tidak tertahankan sehinga tidak lama kemudian para penduduk asli menyerbu bangsa Arab untuk membebaskan mereka dari penindasan orang-orang Bizantium Muawiyah meluluskan seruan mereka, dan suatu pasukan di bawah  pimpinan Uqbah yang terkenal, anak Nafe, menyerang Ifrikia, mematahkan semua perlawanan, mendudukkan negeri itu menjadi jajahan Arab. Pada tahun 670 M Uqbah mendirikan kota militer yang termasyhur, Kairowan, di sebelah selatan Tunis untuk tempat mengendalikan bangsa Barber yang tidak mau tunduk, dan juga untuk menjaga terhadap serangan-serangan bangsa Romawi dari laut. Penyerbuan Uqbah yang cemerlang dan pukulan-pukulannya untuk menghancurkan bangsa Romawi dan bangsa Barber menyebabkan negeri itu aman selama beberapa tahun. Kecuali beberapa saat ketika diselingi orang lain karena Uqbah dipanggil ke Damaskus, dia memerintah Ifrikia dan tanah jajahan di sebelah bartnya hingga kematiannya pada tahun 683 M.[8]
6.    Pembangunan Peradaban
Hasil peradaban pada masa Bani Umaiyah Timur antara lain:[9]
a.   Arsitektur
Seni bangunan (arsitektur) pada zaman Umaiyah bertumpu pada bangunan sipil berupa kota-kota, dan bangunan agama berupa masjid-masjid. Di damaskus ini didirikan berbagai gedung yang indah-indah dan memiliki nilai seni yang tingg, di lengkapi dengan jalan-jalan dan taman-taman rekreasi yang menakjubkan. Tidak hanya itu, pada Masjid Agung Damaskus, kubah-kubahnya berbentuk tapak besi kuda bulat.
b.  Oraganisasi militer
Pada masa Bani Umaiyah organisasi militer terdiri dari Angkatan Darat (al-Jund), Angkatan Laut (al-Bahriyah) dan Angkatan Kepolisian (al-Syurtah). Pada awalnya angkatan bersenjata ini hanya terdiri dari orang-orang Arab, hal ini sesuai dengan politik Arabnya. Namun, setelah wilayah kekuasaan meluas sampai ke Afrika Utara maka orang luar pun terutama bangsa Bar-bar turut andil dalam kepemerintahan ini.
c.   Perdagangan
Pada masa ini lalu lintas perdagangan melalui dua jalur, yaitu jalur darat dan juga jalur laut. Jalur darat melalui jalan Sutera ke Tiongkok guna memperlancar perdagangan sutera, keramik, obat-obatan dan wewangain. Adapun jalur laut menuju ke arah negeri-negeri belahan timur untuk mencari rempah-rempah, bumbu, anbar, kasturi, permata, logam mulia, gading dan bulu-buluan. Perkembangan perdagangan yang terjadi ini mendorong peningkatan kemakmuran bagi Daulah Umaiyah.
d.  Kerajinan
Pada masa Khalifah Abd Malik mulai dirintis pembuatan tiraz (semacam bordiran), yakni cap resmi yang dicetak pada pakaian khalifah dan para pembesar pemerintahan. Selain itu, di bidang seni lukis juga sudah mendapat perhatian sejak dari  masa Khalifah Mu’awiyah. Seni lukis tersebut selain terdapat di masjid-masjid dan juga di luar masjid. Corak dan warna lukisan pada masa ini masih bersifat Hellenisme murni, tetapi kemudian dimodifikasi menurut cara-cara Islam, sehingga menarik perhatian para penulis Eropa.
e.   Reformasi fiskal
Pada masa Umaiyah setiap orang yang memiliki tanah baik itu muslim maupun non muslim diwajibkan membayar pajak tanah.
Selain itu, dalam sumber yang lain disebutkan beberapa peradaban pada masa Bani Umaiyah Timur, yaitu:[10]
a.   Penyempurnaan tulisan Al-Quran
Pada masa ini, Al-Quran telah disempurnakan dengan telah diberikan titik dan baris, karena Al-Quran yang telah dikodifikasi pada zaman Abu Bakar dan Utsman Ibn Affan ditulis tanpa titik, sehingga tidak dapat dibedakan antara huruf fa dengan huruf qaf atau antara huruf ba dengan huruf ta, serta tidak menggunakan baris sehingga tidak dapat dibedakan antara fathah yang berbunyi a, kasrah yang berbunyi i, dan dhammah yang berbunyi u.
b.   Penulisan Hadits
Umar Ibn Abd Al-Aziz adalah khalifah yang memelopori penulisan Hadis. Beliau memerintahkan kepada Abu Bakar Ibn Muhammad Ibn Amr Ibn Hajm (120 H.), gubernur Madinah, untuk menuliskan hadis yang ada dalam hafalan-hafalan hadis.

7.    Perkembangan Intekletual[11]
Pada masa itu Abul Aswad Ad-Duali (w. 681 M/62 H) Ulama (Bukan Sahabat)menyusun gramatika Arab dengan memberi titik pada huruf-huruf hijaiyah yang semula tidak bertitik 9 (Wadi’un Nuqod ‘Alal Qulub). Usaha ini besar artinya dalam mengembangkan dan memperluas bahasa Arab, serta memudahkan orang membaca, mempelajari, dan menjaga barisan yang menentukan gerak kata dan bunyi suara serta ayunan iramanya, hingga dapat diketahui maknanya. Kerajaan inipun telah mulai menempatkan dirinya dalam ilmu pengetahuan dengan mementingkan buku-buku bahasa Yunani dan Kopti (Kristen Mesir).
Sudah ada titiknya tapi masih banyak orang non-Arab yang masih belum bisa membaca, maka Imam Kholil bin Ahmad Al-Farohidi membuat Sakl, Fathah, kasroh, dhommah, fathahtein, sukun,dll,(w. 165 H). Abu ‘Ubaid Qosim bin Salam (w. 224 H), membuat Tajwid. Dalam Bidang Peradaban Dinasti Umayyah telah menemukan jalan yang lebih luas ke arah pengembangan dan perluasan berbagai bidang ilmu pengetahuan, dengan bahasa Arab sebagai media utamanya.
Menurut Jurji Zaidan (George Zaidan) beberapa kemajuan dalam bidang pengembangan ilmu pengetahuan antara lain sebagai berikut:
a.    Pengembangan bahasa Arab.
Para Penguasa Dinasti Umayyah telah menjadikan Islam sebagai Daulah (Negara), kemudian dikuatkanya dan dikembangkanlah Bahasa Arab dalam wilayah Kerajaan Islam. Upaya tersebut dilakukan dengan menjadikan bahasa Arab sebagai Bahasa Resmi dalam tata usaha negara dan pemerintah sehingga pembukuan dan surat-menyurat harus menggunakan bahasa Arab, yang sebelumnya menggunakan bahasa Romawi atau bahasa Persia di daerah-daerah bekas jajahan mereka dan di Persia sendiri.



b.    Marbad Kota Pusat Kegiatan Ilmu.
Dinasti Umayyah juga mendirikan sebuah Kota kecil sebagai pusat kegiatan IlmuPengetahuan dan Kebudayaan. Pusat kegiatan ilmu dan kebudayaan itu dinamakan Marbad, kota satelit dari Damaskus. Di Kota Marbad inilah berkumpul para pejangga, filsuf, ulama, penyair, dan cendikiawan lainya, sehingga kota ini diberi gelar Ukadz-nya Islam.
c.    Ilmu Qiraat.
Ilmu Qiraat adalah ilmu seni baca Al-Qur’an. Ilmu Qiraat merupakan ilmu Syariat tertua, yang telah dibina sejak Zaman Khulafaur Rasyidin. Kemudian pada Masa Dinasti Umayyah dikembangluaskan sehingga menjadi Cabang ilmu Syariat yang sangat penting. Pada masa ini lahir para Ahli Qiraat ternama seperti Abdullah bin Qusair (w. 120 H) dan Ashim bin Abi Nujud (w. 127 H).
d.   Ilmu Tafsir.
Untuk memahami Al-qur’an sebagai kitab Suci diperlukan interprestasi pemahaman secara komprehensif.
e.    Ilmu Hadits.
Ketika Kaum Muslimin telah berusaha memahami Al-Qur’an, ternyata ada satu hal yang juga sangat mereka butuhkan, yaitu ucapan-ucapan Nabi yang disebut Hadits. Oleh karena itu timbullah usaha untuk mengumpulkan Hadits, menyelidiki asal-usulnya, sehingga akhirnya menjadi satu ilmu yang berdiri sendiri yang dinamakan Ilmu Hadits. Diantara para Ahli Hadits pada Masa Dinasti Umayyah adalah Al-Auzai Abdurrahman bin Amru (w. 159 H), Hasan Basri (w. 110 H), Ibnu Abu Malikah (119 H), dan Asya’bi Abu Amru Amir bin Syurahbil (w. 104 H). Khalifah Umar bin Abdul Aziz memanggil salah satu orang yang bernama Shihabuddin Romahurmuuzi, untuk membuat ilmu yang digunakan untuk menyeleksi Hadits, namanya : ilmu Mustholahul Hadits.


f.     Ilmu Fiqh.
Setelah Islam menjadi Daulah, maka para penguasa sangat membutuhkan adanya peraturan-peraturan untuk menjadi pedoman dalam menyelesaikan berbagai masalah. Mereka kembali kepada Al-Qur’an dan Hadits dan mengeluarkan Syariat dari kedua sumber tersebut untuk mengatur pemerintahan dan memimpin rakyat. Al-qur’an adalah dasar Fiqh Islam, dan pada zaman ini ilmu Fiqh telah menjadi satu cabang ilmu Syariat yang berdiri sendiri. Diantara ahli Fiqh yang terkenal adalah Sa’ud bin Musib, Abu Bakar bin Abdurrahman, Qasim Ubaidillah, Urwah, dan Kharijah.
g.    Ilmu Nahwu.
Pada Masa Dinasti Umayyah karena wilayahnya berkembang secara luas, khususnya ke wilayah di luar Arab, maka ilmu Nahwu sangat diperlukan. Hal tersebut disebabkan pula bertambahnya orang-orang Ajam (Non-Arab) yang masuk Islam, sehingga keberadaan Bahasa Arab sangat dibutuhkan. Oleh karena itu, dibukukanlah ilmu Nahwu dan berkembanglah satu cabang ilmu yang penting untuk mempelajari berbagai ilmu Agama Islam. Contoh, membaca : Innallaha barii’um minal musyriki wa Rosuulih, (Salah), yang artinya:“sesungguhnya Allah tidak melindungi orang Musyrik dan tidak melindungi  Rosulullah”. Yang benar: “Innallaha Barii’um minal Musyriki wa Rosuuluh”, yang artinya: sesungguhnya Allah tidak melindungi Orang Musyrik, dan Rosulullah pun tidak melindungi (Kata: wa Rosuuluh).
h.    Ilmu Jughrafi dan Tarikh.
Jughrafi dan Tarikh pada Masa Dinasti Umayyah telah berkembang menjadi ilmu tersendiri. Demikian pula ilmu Tarikh (ilmu Sejarah), baik sejarah umum maupun sejarah islam pada khususnya. Adanya pengembangan dakwah islam ke daerah-daerah baru yang luas dan jauh menimbulkan gairah untuk mengarang ilmu Jughrafi (Ilmu Bumi atau Geografi), demikian pula ilmu tarikh. Ilmu Jughrafi dan Ilmu Tarikh lahir pada masa Dinasti Umayyah, barulah berkembang menjadi suatu ilmu yang betul-betul berdiri sendiri pada masa ini.

8.    Pemberontakan terhadap Bani Umayah
a.    Khawarij
kaum yang mendesak Ali untuk menghentikan peperangan pada perang Shiffin dan menjalankan proses hukum melalui Al-Quran. Namun, kemudian menolak hasil perundingan antara pihak Ali dan Muawiyah,. Setelah itu, mereka melakukan pemberontakan di Harura dan melakukan kerusakan dimuka bumi. Mereka dibinasakan oleh Ali bin Thalib dalam perang Nahrawand, namun masih banyak yang tersisa di kalangan pasukannya. Salah seorang di antara mereka berasil membunuh Ali. Pada masa pemerintahan Muawiyah, mereka melakukan beberapa kali pemberontakan di Kufah dan Bashrah, hingga kembali mereka dihancurkan oleh gubernur Bashrah saat itu, yaitu Ziyad Ibnu Abihi dan anaknya Abdillah bin Ziyad. Mereka adalah dua orang yang sangat keras terhadap mereka.
Orang-orang Khawarij adalah manusia-manusia kampungnya yang kaku, keras kepala, dan menginginkan manusia hanya ada dalam dua kubu, yaitu kafir dan mukmin. Barang siapa yang sesuai dengan pandangan-pandangannya, ia dianggap sebagai orang mukmin; dan barang siapa yang dianggap tidak sesuai dengan pandangannya, ia akan dianggap sebagai orang kafir.[12]
b.    Syi’ah
d.   Mu’tazilah
9.    Keruntuhan Bani Umayah Timur
Banyak sebab yang turut mengakibatkan jatuhnya bani umayah. Menurut ibnu khaldun, mundurnya suatu dinasti adalah suatu gejala alamiyah sejarah. Usia efektif suatu imperium dinasti tidak bisa lebih dari jangka usia manusia. Dan masa 100 tahun pada umumnya merupakan waktu yang paling lama yang dapat diharapakan bagi usia sesorang. “Bentuk alamiah ini hanya dapat dihindari degan pembaruan yang seksama. Dinasti Umayah telah hidup kira kira 90 tahun, dan keluarga itu memburuk sehingga sama sekali tidak mungkin di perbaiki’ muawiyah mengesampigkan prinsip pemilihan, dan menyatakan Yazid sebagai putra mahkotanya. Republikanisme diganti dengan monarki turun temurun prinsip islam bahwa kepala negara harus dipilih oleh rakyat tidak dijalankan. Dengan demikian Bani Umayah kehilangan dukungan penuh kerja sama dari rakyat.[13]
Kelemahan keluarga yang memerintah itu merupakan sebab pertama dan terpenting bagi kejatuhan dinasti umayah. Diantara para khalifahnya kecuali Muawiyah, Abdul Malik, Walid I dan Umar II, semua yang lain lemah dan tidak mampu. Hisyam negarawan yang kelima dan terakhir yang besar dari Umayah. Keempat pengantinya ternyata tidak mampu jika tidak dikatakan tidak bermoral dan merosot akhlaknya. Bahkan sebelum masa Hisyam, bagi para khalifah telah menjadi mode, sebagaimana yang ditunjukkan oleh Yazid II, untuk menghabiskan waktu dengan berburu dan minum anggur, dan lebih sibuk dengan syair-syair daripada dengan Qur’an dan urusan-urusan negara. Karena harta kekayaan yang melimpah dan jumlah budak yang berlebihan, mereka menjadi tidak mengenal kendali. Bahkan keluarga yang memerintah tidak lagi dapat membanggakan darah Arabnya yang murni. Yazid III merupakan khalifah Islam pertama yang ibunya seorang budak belian. Kedua penggantinya juga anak budak belian yang dimerdekakan. Keburukan peradaban yang khas, terutama yang menyangkut minuman keras, perempuan, dan nyanyian, telah menguasai putra-putra padang pasir itu, dan mulai melemahkan semangat hidup masyarakat arab yang masih muda-muda itu. Menurut kata-kata Von Kremer, ”Pemerintahan Bani Umayah, oleh orang-orang sezaman mereka dianggap sama sekali tidak merupakan kelanjutan pemerintahan nabi dan para sahabatnya, juga tidak berdasar atas islam yang merupakan pendukung utama dan kekuatan khalifah-khalifah pertama, tetapi berdasar atas kekuatan untuk menaklukan. Sesungguhnya, kenyataan ini merupakan sumber kelemahan yang paling besar bagi Bani Umayah, dan merupakan alasan bagi penentangan terus menerus terhadap kekuasaan mereka, yang dibangkitkan dengan nama Allah dan Nabi-Nya, yang selalu harus dihadapi dan diatasi sendiri oleh Bani Umayah.[14]

BAB III
PENUTUP
A.  Kesimpulan
Dari penjelasan dan pembahasan tentang Perkembangan dan Peradaban Islam Pada masa Dinasti Bani Umayah Timur di atas, penulis dapat menyimpulkan hal-hal berikut ini.
1.      Muawiyah adalah pendiri Dinasti Bani Umayah. Ia adalah anak Abu Sufyan. Muawiyah memperoleh kekuasaan, kecuali di Siria dan Mesir, dia memerintah dengan pedang. Di dalam dirinya digabungkannya sifat sifat seorang penguasa, politikus, dan administrator. Muawiyah adalah seorang peneliti sifat manusia yang tekun dan memperoleh wawasan yang tajam tentang pikiran manusia. Dia berhasil memanfaatkan para pemimpin, administrator, dan politikus yang paling ahli pada waktu itu.
2.      Gaya dan corak kepemimpinan pemerintahan Bani Umayyah (41 H/661 M) berbeda dengan kepemimpinan masa-masa sebelumnya yaitu masa pemerintahan Khulafaur Rasyidin. Pada masa pemerintahan Khulafaur Rasyidin dipilih secara demokratis dengan kepemimpinan kharismatik yang demokratis sementara para penguasa Bani Umayyah diangkat secara langsung oleh penguasa sebelumnya dengan menggunakan sistemMonarchi Heredity (Kerajaan/Dinasti), yaitu kepemimpinan yang di wariskan secara turun temurun. Kekhalifahan Muawiyyah diperoleh melalui kekerasan, diplomasi dan tipu daya, tidak dengan pemilihan atau suara terbanyak.
3.      Dinasti Umayyah telah mampu membentuk peradaban yangkontemporer dimasanya, baik dalam tatanan sosial, politik, ekonomi, teknologi, maupun sosial kebudayaan. Di bidang politik, Bani Umayyah menyusun tata pemerintahan yang sama sekali baru, untuk memenuhi tuntutan perkembangan wilayah dan administrasi kenegaraan yang semakin kompleks. Selain mengangkat Majelis Penasehat sebagai pendamping, Khalifah Bani Umayyah dibantu oeh beberapa orang sekertaris untuk membantu pelaksanaan tugas, yang meliputi : Katib Ar-Rasa’il, Katib Al-Kharraj, Katib Al-Jundi, Katib Asy-Syurtah, dan Katib Al-Qudat. Di bidang sosial budaya, bahasa dan Sastra Arab dan lain-lain banyak kejayaan yang didapatkan pada dinasti Umayah.























DAFTAR PUSTAKA
Abdurrahman, Dudung, Sejarah Peradaban Islam: dari masa klasik hingga modern, (Yogyakarta: Lesfi, 2009)
Dzoelkarnaen, Ahmad, http://spistai.blogspot.com/2009/03/sejarah-islam-masa-bani-umayyah.html. Diakses tanggal 09 Oktober 2018.
Mahmudunnasir, Syeh, Islam: Konsepsi dan Sejarahnya, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2005)
Matdawam, M. Noor, Lintasan Sejarah; Kebudayaan Islam, (Yogyakarta: 1988)
Mufrodi, Ali, Islam di Kawasan Kebudayaan Arab (Jakarta: Logus, 1997)
Sodikin, Ali, Dudung Abdurrahman dkk, Sejarah Kebudayaan Islam, (Yogyakarta: Lesfi, 2009)
Soe’yb, Joesoef, Sejarah Daulat Umayyah I, (Jakarta: Bulan Bintang, 2000)
Supriyadi, Dedi, Sejarah Peradaban Islam, (Bandung: Pustaka Setia, 2008)
           






[1]Dedi Supriyadi, Sejarah Peradaban Islam, (Bandung: Pustaka Setia, 2008), hlm. 103
[2]Ali Mufrodi, Islam di Kawasan Kebudayaan Arab (Jakarta: Logus, 1997), hlm. 73
[3]Dudung Abdurrahman, Sejarah Peradaban Islam: dari masa klasik hingga modern, (Yogyakarta: Lesfi, 2009), hlm. 69
[4]M. Noor Matdawam, Lintasan Sejarah; Kebudayaan Islam  (Yogyakarta: 1988) hlm. 5-6
[5]Dudung Abdurrahman, Log.Cit.
[6]Syeh Mahmudunnasir, Islam: Konsepsi dan Sejarahnya, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2005), Cet Ke-4, hlm. 175
[7]Joesoef Soe’yb, Sejarah Daulat Umayyah I, (Jakarta: Bulan Bintang, 2000), hlm. 234.
[8]Syeh Mahmudunnasir, Op.Cit., hlm.173-174.
[9]Ali Sodikin, Dudung Abdurrahman dkk, Sejarah Kebudayaan Islam, ( Yogyakarta: Lesfi, 2009), hlm. 75
[10]Dedi Supriyadi, Op.Cit., hlm. 108
[11]Ahmad Dzoelkarnaen, http://spistai.blogspot.com/2009/03/sejarah-islam-masa-bani-umayyah.html (diakses tanggal 09 Oktober 2018. Pukul 14.35 WIB)
[12]Dedi Supriyadi, Op.Cit., hlm. 109.

[13]Syeh Mahmudunnasir, Op.Cit., hlm. 203
[14]Ibid., hlm. 204